Publikasi

Minggu, 26 April 2015

Kinerja Organisasi

Kinerja Organisasi


Faktor kritis yang berkaitan dengan keberhasilan jangka panjang organisasi adalah kemampuannya untuk mengukur seberapa baik karyawan-karyawannya berkarya dan menggunakan informasi tersebut guna memastikan bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi memenuhi standar-standar yang telah ada sekarang dan akan terus meningkat sepanjang waktu. Penilaian kinerja adalah alat yang bermanfaat tidak hanya untuk mengevaluasi kerja para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi karyawan untuk dapat meningkatkan kinerjanya. Namun demikian, pada sisi lain, penilaian kinerja dapat menjadi sumber kerisauan dan frustasi bagi manajer dan karyawan. Terjadinya fenomena tersebut dikarenakan kerap disebabkan oleh ketidakpastian-ketidakpastian dan ambiquitas di seputar sistem penilaian kinerja. Artinya, penilaian kinerja dapat dianggap sebagai alat untuk mengevaluasi individu-individu memenuhi standar-standar kinerja yang telah ditetapkan. Penilaian kinerja dapat pula menjadi cara untuk membantu individu-individu mengelola kinerja mereka (Simamora, 1997).
Kinerja dapat dilihat dan berbagai sudut pandang, tergantung kepada tujuan masing-masing organisasi dan juga tergantung pada bentuk organisasi itu sendiri (misalnya, organisasi publik, swasta, bisnis, sosial atau keagamaan) mempunyai metode dan pendekatan dalam melakukan evaluasi dan penilaian kinerja organisasinya. Kinerja sening dihubungkan dengan tingkat produktivitas yang menunjukkan risiko input dan output dalam organisasi, bahkan dapat dilihat dan sudut performans dengan memberikan penekanan pada nilai efisiensi dan efektifitas yang dikaitkan dengan kualitas output yang dihasilkan oleh para pegawai berdasarkan berapa standar yang telah ditetapkan sebelumnya oleb organisasi yang bersangkutan (Gomes, 1999).

Penilalan Kinerja
Semua organisasi memiliki sarana-sarana formal dan informal untuk menilai kinerja personilinya. Penilaian kinerja dapat didefinisikan sebagai prosedur yang meliputi; (1) penetapan strandar kerja, (2) penilaian kinerja aktual personal dalam hubungannya dengan standar-standar yang telah ditetapkan organisasi, dan (3) untuk memberikan umpan balik kepada karyawan dengan tujuan memotivasi setiap perosnal tersebut untuk menghilangkan atau menghidari penurunan kinerja sehingga kinerja personal dalam organisasi terus meningkat (Dessler, 1997).
Penilaian kinerja adalah tentang kinerja karyawan dan akuntabilitas. Dalam dunia yang bersaing secara global, semua organisasi menuntut kinerja organisasinya yang tinggi. Sehingga dengan, karyawan-karyawan membutuhkan umpan balik atas kinerja mereka sebagai pedoman perilakunya di masa depan. Penilaian kinerja pada prinsipnya mencakup berbagai aspek kualitatif maupun kuantitatif dalam pelaksanaan pekerjaan. Penilaian kinerja merupakan salah satu fungsi mendasar personalia, yang kadang disebut juga dengan teknik kinerja, penilaian karyawan, evaluasi kinerja, evaluasi karyawan, atau penentuan peringkat personalia. Semua organisasi kemungkinan mengevaluasi atau menilai kinerja dalam beberapa cara. Pada organisasi yang kecil, evaluasi ini mungkin sifatnya informal. Di dalam organisasi yang besar, evaluasi atau penilaian kerja kemungkinan besar merupakan prosedur yang sistematik dimana kinerja sesungguhnya dan semua karyawan, manajemen profesional, teknisi, penjualan dan klerikal dinilai secara formal (Simamora, 1997).

Penilaian Kinerja Secara Formal
Penilaian pelaksanaan pekerjaan perlu dilakukan secara formal berdasarkan serangkaian kriteria yang ditetapkan secara rasional serta diterapkan secara obyektif serta didokumentasikan secara sistematik. Hanya dengan demikian dua kepentingan utama yang telah disinggung di muka dapat dipenuhi. Hal ini perlu ditekankan karena tidak sedikit manajer yang beranggapan bahwa pelaksanaan penilaian prestasi kerja secara formal oleh bagian-bagian kepegawaian sebenarnya tidak diperlukan dan bahkan dipandang sebagai gangguan terhadap pelaksanaan kegiatan operasional. Artinya, banyak manajer yang berpendapat bahwa penilaian prestasi kerja para bawahan cukup diserahkan kepada atasan langsung masing-masing pegawai dan penilaian pun dilakukan secara informal saja. Argumentasi para manajer tersebut dikarena para manajer tersebut yang sehari-hani membimbing dan mengawasi para bawahannya dalam pelaksanaan tugas masing-masing, para manajer tersebu pulalah yang paling kompeten melakukan penilaian (Siagian, 1998).
Manfaat yang mendasar dan penilaian kinerja yang sistematis adalah bahwa penilaian dapat menghasilkan informasi yang sangat membantu pengambil keputusan dan pelaksanaannya tentang masalah-masalah, seperti promosi, kenaikan gaji, pemberhentian, dan mutasi. Penilaian tersebut menyajikan informasi sebelum dibutuhkan sehingga menghindarkan keputusan yang tiba-tiba jika harus diambil suatu keputusan. Jika keputusan diambil secara sistematik, maka proses pengambilannya pastilah tidak akan terlalu dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang baru terjadi atau oleh hal-hal yang melintas dalam ingatan penilai. Manfaat lain dari pemikiran secara formal adalah dapat merangsang dan membimbing pengembangan karyawan. Suatu program penilaian memberikan informasi dalam bentuk yang dapat dikomunikasikan kepada karyawan (Flippo, 1996).
Performan pegawai dipengaruhi oleh motivasi dan kemampuan pegawai, dan juga kesempatan dan kejelasan tujuan kinerja yang diberikan oleh organisasi kepada seorang pegawai. Masing-masing aktor mempunyai peranan tertentu yang bisa mempengaruhi upaya perbaikan produktivitas. Banyak organisasi yang menggalakkan suatu kombinasi kinerja formal dan informal. Penilaian paling sering digunakan sebagai evaluasi primer. Kendatipun demikian, penilaian informal adalah paling membantu untuk umpan balik kinerja yang paling sering. Penilaian informal hendaknya tidak menggantikan evaluasi kinerja formal. Penilaian kinerja formal biasanya berlangsung pada periode waktu tertentu, lazimnya sekali atau dua kali setahun. Penilaian formal paling sering dibutuhkan oleh organisasi guna mengevaluasi kinerja karyawan (Simamora, 1997).

Penilaian Kinerja Secara Informal
Penilaian kinerja dapat saja terjadi manakala penilai merasa dibutuhkannya. Sebagal contoh, jika seorang karyawan secara konsisten memenuhi atau melebihi standar-standar, penilaian kinerja informal mungkin dibutuhkan untuk mengakui kenyataan tersebut. Diskusi-diskusi tentang kinerja dapat berlangsung di bermacam-macam tempat di dalam organisasi, mulai dan kantor manajer hingga ke kafetaria (Simamora, 1997).
Atasan langsung dan para pegawai yang dinilai itu tidak mempunyai peranan sama sekali dalam proses penilaian prestasi kerja para pegawai. Bahkan praktek kepegawaian yang lumrah terjadi ialah bahwa para atasan langsung yang memang bertanggung jawab melakukan penilaian yang sifatnya informal yang berlangsung terus menerus. Akan tetapi penilaian informal yang mereka lakukan harus memenuhi persyaratan obyektifitas dan keteraturan berdasarkan pola dan kebijaksanaan yang ditentukan bagi seluruh oleh bagian organisasi dan pada semua pegawai (Siagian, 1998).
Penilaian karyawan atas kinerja, kadang-kadang digunakan masalah yang mendasar dan penilaian ini adalah bahwa karyawan atau pegawai bisa menilai diri mereka sendiri lebih tinggi dan pada mereka dinilai oleh tim penilai secara pformal atau rekan kerja. Tim penilai yang menuntut penilaian, hendaknya mengetahui bahwa penilaian mereka dan penilaian pegawai dapat menimbulkan perbedaan yang menonjol dan standar yang digunakan secara formal. Apabila pegawai tidak dituntut dalam penilaian secara formal maka mereka akan menilai sesuai dengan yang ada dalam pikiran mereka sendiri, dan biasanya nilai yang mereka berikan lehih tinggi dan standar penilaian secara formal (Dessler, 1997).
Dengan demikian jelas bahwa dalam melakukan penilaian atas prestasi kerja para pegawai harus terdapat interaksi positif dan kontinyu antara para pejabat pimpinan dan bagian kepegawaian. Interaksi positif tersebut tidak hanya menjamin persyaratan obyektifitas dan pendokumentasian yang rapi, akan tetapi juga memuaskan bagi para pegawai yang dinilai yang pada gilirannya menumbuhkan loyalitas dan kegairahan kerja karena mereka merasa memperoleh perlakuan yang adil. Telah diketahui bahwa merasa diperlakukan dengan adil merupakan salah sam prinsip manajemen sumber daya manusia yang sangat fundamental sifatnya dan karenanya hams dipegang teguh. Dalam praktek, interaksi positif dimaksud melibatkan tiga pihak, yaitu bagian kepegawaian, atasan langsung dan pegawai yang dinilai. Bentuk interaksi itu adalah sebagai berikut: Ketiga pihak yang terlibat harus memahami bahwa penilaian prestasi kerja merupakan suatu sistem yang bukan saja harus efektif melainkan juga diterima oleh pihak-pihak yang berkepentingan (Siagian, 1998).

Metode Penilaian Kinerja
Menyadari betapa penting dan besarnya kegunaan penilaian kinerja, banyak metode dibuat. Yang perlu diketahui bahwa tidak ada satupun metode yang benar-benar sempurna. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Werther dan Davis (1996) membagi metode-metode penilaian kinerja kedalam dua kelompok besar, yaitu metode penilaian yang berorientasi ke masa lalu (Past oriented appraisal method) dan yang berorientasi pada masa depan (Future oriented appraisal method). Pendekatan yang berorientasi ke masa lalu memiliki keuntungan dalam menilai kinerja pada masa lalu dan karyawan dapat memperoleh umpan balik yang dapat memberikan dorongan untuk meningkatkan kinerjanya. Kelemahannya adalah kinerja yang sudah terjadi di masa lalu tidak dapat diubah lagi. Metode-metode yang berorientasi pada masa lalu adalah sebagai berikut:
  1. Skala Pemeringkatan (Rating scale). Merupakan cara yang paling lama dan yang paling banyak digunakan. Metode ini diterapkan dengan menyediakan evaluasi subyektif bagi kinerja individu dalam bentuk skala rendah ke tinggi atau sebaliknya.
  2. Daftar periksa (Checklist). Metode ini menghendaki penilai untuk menyeleksi pernyataan yang menggambarkan kinerja dan karakteristik karyawan.
  3. Metode penilaian terbatas (Forced choice method). Metode ini menghendaki penilai untuk memilih sata dan pernyataan yang paling sesuai dengan karyawan yang sedang dinilai.
  4. Metode kejadian kritis (Critical incident method). Metode ini menghendaki penilai untuk mencatat pertanyaan yang menggambarkan perilaku baik buruknya karyawan dihubungkan dengan kinerja mereka.
  5. Pencatatan kecakapan (Accoplishment record). Penilaian metode dilakukan dengan memperhatikan ketatan tentang kecakapan kerja karyawan yang terkait dengan aktivitas kerjanya.
  6. Skala peringkat berdasarkan perilaku kerja (Behaviourally anchored rating scale/BARS). Merupakan penerapan beberapa metode penilaian secara bertahap untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi pekerjaan tertentu, dihubungkan dengan perilaku individu.
  7. Metode pengulasan kembali dan informasi lapangan (Field review method). Metode ini memberikan standarisasi yang lebih besar dalam hal pengulasan kembali (review). Dalam metode ini, pakar sumberdaya manusia turun ke lapangan mendampingi para penilai dan mencari informasi tentang kinerja karyawan pada penilai terkait.
  8. Tes kinerja dan observasi (Performance test and evaluation). Metode ini diterapkan bila jumlah pekerjaan terbatas dan dilakukan berdasankan tes pengetahuan dan keterampilan.
  9. Pendekatan evaluasi komparatif (Comparative evaluation approaches). Merupakan kumpulan dan metode-metode berbeda yang membandingkan kinerja karyawan secara berpasangan dengan karyawan lainnya.
Kelompok besar kedua dalam penilaian kinerja adalah metode yang berorientasi pada masa depan. Pendekatan ini terfokus pada kinerja masa depan dengan mengevaluasi potensi karyawan atau mempersiapkan tujuan kinerja masa depan. Ada empat metode yang sering digunakan yaitu:
  1. Penilaian diri sendiri (Self appraisal). Karyawan melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri dimana tujuan yang hendak dicapai adalah pengembangan diri.
  2. Manajemen berorientasi pada sasaran (Management by objective). erupakan proses penilaian yang melibatkan karyawan dan pimpinan untuk bersama-sama menentukan sasaran yang bisa dipakai sebagai pedoman dalam penilaian tersebut.
  3. Penilaian psikologis (Psychological appraisal). Penilaian ini biasanya dilakukan dengan wawancara mendalam (in depth interviews), tes psikologi, diskusi dengan penilai dan pengulasan kembali terhadap evaluasi yang lain oleh psikologi industri. Lalu psikolog akan mencatat penilaian tentang kepandaian, emosi, motivasi dan karakteristik-karaktenistik kerja yang terkait dan merupakan potensi individu dan dapat memprediksi kinerja di masa depan.
  4. Penilaian pusat (Assessment centers). Metode ini tidak mendasarkan pada penilaian satu psikologi saja, melainkan dengan format penilaian standarisasi yang dilaksanakan dalam berbagai tipe dan banyak penilaian.

Tidak ada komentar: